Pada zaman dahulu, ada
sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja Muna berna Omputusangia, nama
asli dari Omputusangia adalah La Ode Husaeni. Omputusangian memiliki seorang
istri yang sudah dinikahinya selama tujuh puluh tahun. Setiap hari,
Omputusangia hanya disibukkan dengan masalah-masalah kerajaan karena kerajaan
adalah sebuah pusat penyimpanan semua hal-hal penting, boleh dibilang semua
yang ada dalam kerajaan adalah panutan atau pedoman yang dibutuhkan dan
diinginkan oleh rakyat Muna. Tiba pada suatu malam,
Omputusangia duduk di tempat peristirahatannya, ia pun berpikir bahwa sudah
tujuh puluh tahun menikahi istrinya namun Omputusangian belum juga mendapatkan
keturunan, lelah berpikir akhirnya raja terlelap tidur karena sudah larut
malam.
Pagi hari, Omputusangia
mendapat kabar dari pengawal kerajaan bahwa pulau Muna didatangi seorang
saudagar dari Arab dengan niat untuk menyebarkan agama Islam, saudagar itu
bernama Saidhi Raba. Pengawal kerajaan itu menambahkan lagi bahwa Saidhi Raba
memiliki kemampuan hebat seperti sebuah kesaktian karena Saidhi Raba datang di
pulau Muna lewat udara. Mendengar berita itu, Omputusangia memerintahkan
pengawalnya untuk memanggil Saidhi Raba datang ke kerajaan. Pergilah pengawal
kerajaan tersebut ke tempat Saidhi Raba. Setelah raja menunggu seharian di
istana, pengawal yang disuruhnya tadi kembali, namun tidak bersama Saidhi Raba.
Melihat wajah raja yang kelihatan marah, pengawal tersebut menjelaskan
alasannya tidak membawa Saidhi Raba. Pengawal itu mengatakan bahwa Saidhi Raba
tidak ingin datang ke Istana karena raja memelihara babi, dan menurut ajaran
agama Saidhi Raba yakni Islam, babi adalah hewan yang haram.
Demi kedatangan Saidhi
Raba, Raja Muna rela melepas semua babinya. Disurulah kembali pengawal untuk
pergi menjemput Saidhi Raba. Sore harinya, Saidhi Raba datang ke Istana dan
bertanya pada Raja tentang maksud Raja memanggil dirinya. Omputusangia pun
berkata bahwa ia ingin menguji kesaktian dari Saidhi Raba, hingga ia mampu
menyebarkan ajaran agama Islam di Muna. Pertama-tama, Raja menguji Saidhi Raba
untuk membaca isi hatinya, apabila Sidhi Raba dapat membaca apa yang diinginkan
oleh Raja saat itu maka Raja akan masuk dalam ajarannya yakni Islam. Dengan
kemampuan yang dimilikinya, Sidhi Raba pun mengatakan bahwa Raja ingin sekali
memiliki seorang anak karena istrinya mandul. Berdoalah Saidhi Raba kepada
Tuhan namun doanya belum dikabulkan. Muncul kecurigaan dari Raja bahwa Saidhi
Raba tidaklah sehebat seperti apa yang dibicarakan. Saidhi Raba rupanya tidak
berhenti disitu, dilanjutkannya lagi untuk berdoa yang kedua kalinya, akhirnya
doa Saidhi Raba diterima. Istri Raja pun mengandung dan Raja masuk agama Islam
karena senang melihat istrinya telah mengandung. Sebelum pulang, Saidhi Raba
berkata pada Raja bahwa roh yang ada dalam kandungan istrinya adalah roh yang
terpaksa diberikan Tuhan karena umur istri Raja Muna sudah sangat tua.
Perkataan Saidhi Raba
rupanya terus dipikirkan oleh Omputosangia. Tibalah waktunya untuk istri Raja
melahirkan. Ternyata perkataan Saidhi Raba benar, anak yang dilahirkan oleh
istri Raja Muna berbadan setengah manusia dan setengah ular. Raja pun sedih
melihat kondisi anaknya namun ia harus berterima kasih karena ia telah meminta
anak itu dari kesaktian Saidhi Raba. Setiap hari, apabila ada kunjungan tamu
dari Bugis ataupun Minangkabau, anaknya yang diberi nama La ode Muna selalu
disembunyikan dalam guci karena Raja malu dengan keadaan fisik yang dialami
oleh anaknya.
Lima belas tahun kemudian,
La ode Muna tumbuh menjadi dewasa. Mulailah ia menggoda para gadis yang ada
dalam lingkungan istana. Ia pun menyampaikan niatnya untuk memiliki seorang
pacar, namun Raja tidak menhendaki dan melarangnya karena tidak mungkin La Ode
Muna dapat menikahi seorang gadis bila kondisi fisiknya setengah manusia dan
setengah ular. Sampai pada suatu hari, Omputosangia memutuskan untuk membuang
La Ode Muna agar ia tidak mendapatkan malu dari anak jadi-jadian itu. Raja
membuang La Ode Muna di Unggumora dengan bekal 44 biji telur dan 44 biji
ketupat. Setelah empat puluh hari di buang di tempat itu, La Ode Muna terbang
ke langit dengan badan yang menyala dan mengatakan bahwa saya telah terbang.
Sampai sekarang rakyat Muna tidak mengetahui arah La Ode Muna terbang. Ada pula
yang mengatakan bahwa La Ode Muna terbang ke Ternate. La Ode Muna dianggap
sebagai seorang yang memiliki ilmu ataupun kemampuan. Jadi, rakyat Muna
mengistimewakan La Ode Muna karena ia manusia yang berkah karena disamping
memiliki kekurangan ia juga mempunyai kelebihan yakni setiap yang ia ucapkan
akan menjadi kenyataan.
Ladhe Wuna
Dhamani wawono, te
liwuntomu witeno wuna nando seghonu lambu dokonae kamali be dhumaganie semie omputo
nokonano Omputosangiano wuna, neano La Ode Husaeni. Omputusangia nohakui
Omputorimbi padamo nokawinie salamponano fitufulu fitu taghumu. Sesegholeo,
Omputosangia dowuleane be aru-aruhino okafehumpuha maitu. Norato sewakutu
karondoha, Omputosangia nongkora we kamali kafewulehano tamaka Omputosangia
minaho dokoana. Anoa nofikirie namedahae sodokoanagho, no wule no fikiri
tandano tano lodo rampano nobalamu alo.
Rato nomentae,
Omputosangia nopoghawawo barita neneangkano welo kamali nandomu mie mengkaratono
maeghono we Arabu be patudhuno mefolilino agama Islam. Neano saudagar itu
Saidhi Raba. Omputosangia notudu ana buahino sobasi Saidhi Raba rampano Saidhi
Raba nodhagani nepandehauno. Pada itu niontagi oraja welo kamali, ana buahino
nosulimo ne kamali nadha sikalaha be Saidhi Raba nosuli moisano. Omputosangia
nomara rampano mina narumato Saidhi Raba. Ana buahino itu nobisaragho rampano
Saidhi Raba nanahumunda nokumala we lambuno Omputosangia rampano Omputusangia
nepiara o wewi, Saidhi Raba mina nokumala rampano notimbula wewi ane welo agama
Islam no haram.
Bemkaratohano Saidhi RabA,
Omputosangia no relamo nofifelei wewino sumano nopoghawa be Saidhi Raba. Notudu
tora ana buahino namoghawagho Saidhi Raba. Kapandano gholeo, noratomu Saidhi
Raba we lambuno. Nofenagho noafa Omputosangia noniati namena fikirino Saidhi
Raba, pasino nopondeimo nokomohea agama Islam se witeno wuna. Pakatandano,
Omputosangia notudu Saidhi Raba sa nabasa we totono lolono. Saidhi nobisara,
Omputosangia nopindalo nokoana rampano mie lambuno noghafa. Nobasamo doa Saidhi
Raba nesalo nekakawasa tamak minahu notarimae, Saidhi Raba nobasa doa
ferapakumo maka notarimae. Miendo lambuno Omputosangia no pangidamo be nobalamo
taghino. Oputosangia nopesuamo agama Islam rampano notumpu lalono nobalamo
taghimo miendo lambuno. Naho nasumuli nobisara Saidhi Raba ne Omputo, rohi welo
kandungano ituokasalo-salo nekakawasa rampano umuruno mieno lambuno notughamo.
Wambano Saidhi Raba dhadhi
fikiri Omputosangia. Noratumu wakutuno sokalentehano anano Omputo. Nokotughumu
wambano Saidhi Raba. Anano nolente sebera manusia sebera ghule dokonaemu neano
Adhe wuna (La Ode Wuna). Omputosangia nobela lalono nowora anano, ano notarimae
rampano maeghonomu wekakawasa. Sesegholeo, pedahae ane norato tamu maeghono we
Bugis be Minanggkabau, anano sadhia nefebunie welo guci rampano noambanu.
Ompulu lima taghu tewise,
La Ode Wuna nobalamo. Notandamo dua nopogau be kalambe welo kamali. Adh Wuna
nopindalomu dua noguma semia robine, nobisaramo ne Omputo tamaka Omputo
nanamindalo ane Adhe Wuna noguma. Sampe norato segholeo, Omputo nobutuemo so
Adhe Wuna noghomoroemu rampano noambanu. Omputo noghoroe Adhe Wuna we onggumora
we pola, be bakuluno fatofulu fatoghonu ghunteli be fatofulu fatoghulu katupa.
Fatofulughami doghoroe we onggumora, La Ode Wuna nohoro telani be norende
badhano be nobisara inodi ahoromu telani. Sampe ampahiaitu, omieno liwu minamo
damendahane bahi nehamai Adhe Wuna, maka nando dua nobisarana nohoro we
Ternate. Meindo Wuna, dokonahae La Ode Wuna semie mandahauno kanandono. Dhadi,
miendo Wuna doghondofane Adhe Wuna rampano mie barakati, rampano hamai
nobesarane nokotughu.
Assalamu'alaikum,
ReplyDeleteente suku muna ya?
salam kenal dari ane, mampir ke blog ane ya..