Monday, March 19, 2012

Mengubah FLV Ke 3GP

Mau mengubah FLV ke 3GP untuk video yang pernah anda download, silahkan download aplikasi berikut untuk mengubah video anda menjadi 3GP. Aplikasi ini bisa anda download secara gratis dan langsung download. Tersedia tanpa Nomor Serial. Klik Tautan download dibawah ini.

Sunday, March 18, 2012

Cara Mengecek Antivirus Bekerja

Cara Mengecek Antivirus Bekerja

1. Copy paste pada notepad kode berikut ini !

X5O!P%@AP[4\PZX54(P^)7CC)7}$EICAR-STANDARD-ANTIVIRUS-TEST-FILE!$H+H*

 
2.simpan dengan ekstensi .com, nama silakan isi sendiri.
    contoh : CekUp.com

3.Jika beberapa saat setelah anda melakukan Save As file tersebut dan antivirus anda            langsung mendeteksi sebagai virus maka antivirus anda berarti bekerja dengan baik.

Friday, March 16, 2012

Masa Depan Bumi Saat Matahari Berevolusi

Perubahan iklim dan pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini menjadi salah satu efek yang sangat signifikan dalam perubahan kondisi Bumi selama beberapa dekade dan abad ke depan. Namun, bagaimana dengan nasib Bumi jika terjadi pemanasan bertahap saat Matahari menuju masa akhir hidupnya sebagai bintang katai putih? Akankah Bumi bertahan, ataukah masa tersebut akan menjadi masa akhir kehidupan Bumi?
Bintang Raksasa Merah. Impresi artis. source : Universetoday
Milyaran tahun lagi, Matahari akan mengembang menjadi bintang raksasa merah. Saat itu, ia akan membesar dan menelan orbit Bumi. Akankah Bumi ditelan oleh Matahari seperti halnya Venus dan Merkurius? Pertanyaan ini telah menjadi diskusi panjang di kalangan astronom. Akankah kehidupan di Bumi tetap ada saat matahari menjadi Katai Putih?
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan K.-P. Schr¨oder dan Robert Connon Smith, ketika Matahari menjadi bintang raksasa merah, ekuatornya bahkan sudah melebihi jarak Mars. Dengan demikian, seluruh planet dalam di Tata Surya akan ditelan olehnya. Akan tiba saatnya ketika peningkatan fluks Matahari juga meningkatkan temperatur rata-rata di Bumi sampai pada level yang tidak memungkinkan mekanisme biologi dan mekanisme lainnya tahan terhadap kondisi tersebut.
Saat Matahari memasuki tahap akhir evolusi kehidupannya, ia akan mengalami kehilangan massa yang besar melalui angin bintang. Dan saat Matahari bertumbuh (membesar dalam ukuran), ia akan kehilangan massa sehingga planet-planet yang mengitarinya bergerak spiral keluar. Lagi-lagi pertanyaannya bagaimana dengan Bumi? Akankah Matahari yang sedang mengembang itu mengambil alih planet-planet yang bergerak spiral, atau akankah Bumi dan bahkan Venus bisa lolos dari cengkeramannya?
Perhitungan yang dilakukan oleh K.-P Schroder dan Robert Cannon Smith menunjukan, saat Matahari menjadi bintang raksasa merah di usianya yang ke 7,59 milyar tahun, ia akan mulai mengalami kehilangan massa. Matahari pada saat itu akan mengembang dan memiliki radius 256 kali radiusnya saat ini dan massanya akan tereduksi sampai 67% dari massanya sekarang. Saat mengembang, Matahari akan menyapu Tata Surya bagian dalam dengan sangat cepat, hanya dalam 5 juta tahun. Setelah itu ia akan langsung masuk pada tahap pembakaran helium yang juga akan berlangsung dengan sangat cepat, hanya sekitar 130 juta tahun. Matahari akan terus membesar melampaui orbit Merkurius dan kemudian Venus. Nah, pada saat Matahari akan mendekati Bumi, ia akan kehilangan massa 4.9 x 1020 ton setiap tahunnya (setara dengan 8% massa Bumi).
Perjalanan evolusi Matahari sejak lahir sampai menjadi bintang katai putih.
Setelah mencapai tahap akhir sebagai raksasa merah, Matahari akan menghamburkan selubungnya dan inti Matahari akan menyusut menjadi objek seukuran Bumi yang mengandung setengah massa yang pernah dimiliki Matahari. Saat itu, Matahari sudah menjadi bintang katai putih. Bintang kompak ini pada awalnya sangat panas dengan temperatur lebih dari 100 ribu derajat namun tanpa energi nuklir, dan ia akan mendingin dengan berlalunya waktu seiring dengan sisa planet dan asteroid yang masih mengelilinginya.
Zona Laik Huni yang Baru
Saat ini Bumi berada di dalam zona habitasi / laik huni dalam Tata Surya. Zona laik huni atau habitasi merupakan area di dekat bintang di mana planet yang berada di situ memiliki air berbentuk cair di permukaannya dengan temperatur rata-rata yang mendukung adanya kehidupan. Dalam perhitungan yang dilakukan Schroder dan Smith, temperatur planet tersebut bisa menjadi sangat ekstrim dan tidak nyaman untuk kehidupan, namun syarat utama zona habitasinya adalah keberadaan air yang cair.
Terbitnya bintang raksasa merah. Impresi artis. Sumber: Jeff Bryant's Space Art.
Tak dapat dipungkiri, saat Matahari jadi Raksasa Merah, zona habitasi akan lenyap dengan cepat. Saat Matahari melampaui orbit Bumi dalam beberapa juta tahun, ia akan menguapkan lautan di Bumi dan radiasi Matahari akan memusnahkan hidrogen dari air. Saat itu Bumi tidak lagi memiliki lautan. Tetapi, suatu saat nanti, ia akan mencair kembali. Nah saat Bumi tidak lagi berada dalam area habitasi, lantas bagaimana dengan kehidupan di dalamnya? Akankah mereka bertahan atau mungkin beradaptasi dengan kondisi yang baru tersebut? Atau itulah akhir dari perjalanan kehidupan di planet Bumi?
Yang menarik, meskipun Bumi tak lagi berada dalam zona habitasi, planet-planet lain di luar Bumi akan masuk dalam zona habitasi baru milik Matahari dan mereka akan berubah menjadi planet layak huni. Zona habitasi yang baru dari Matahari akan berada pada kisaran 49,4 SA – 71,4 SA. Ini berarti areanya akan meliputi juga area Sabuk Kuiper, dan dunia es yang ada disana saat ini akan meleleh. Dengan demikian objek-objek disekitar Pluto yang tadinya mengandung es sekarang justru memiliki air dalam bentuk cairan yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan. Bahkan bisa jadi Eris akan menumbuhkan kehidupan baru dan menjadi rumah yang baru bagi kehidupan.
Bagaimana dengan Bumi?
Apakah ini akhir perjalanan planet Bumi? Ataukah Bumi akan selamat? Berdasarkan perhitungan Schroder dan Smith Bumi tidak akan bisa menyelamatkan diri. Bahkan meskipun Bumi memperluas orbitnya 50% dari orbit yang sekarang ia tetap tidak memiliki pluang untuk selamat. Matahari yang sedang mengembang akan menelan Bumi sebelum ia mencapai batas akhir masa sebagai raksasa merah. Setelah menelan Bumi, Matahari akan mengembang 0,25 SA lagi dan masih memiliki waktu 500 ribu tahun untuk terus bertumbuh.
Matahari yang menjadi raksasa merah akan mengisi langit seperti yang tampak dari bumi. Gambar ini menunjukan topografi Bumi yang sudah meleleh menjadi lava. Tampak siluet bulan dengan latar raksasa merah. Copyright William K. Hartmann
Saat Bumi ditelan, ia akan masuk ke dalam atmosfer Matahari. Pada saat itu Bumi akan mengalami tabrakan dengan partikel-partikel gas. Orbitnya akan menyusut dan ia akan bergerak spiral kedalam. Itulah akhir dari kisah perjalanan Bumi.
Sedikit berandai-andai, bagaimana menyelamatkan Bumi? Jika Bumi berada pada jarak 1.15 SA (saat ini 1 SA) maka ia akan dapat selamat dari fasa pengembangan Matahari tersebut. Nah bagaimana bisa membawa Bumi ke posisi itu?? Meskipun terlihat seperti kisah fiksi ilmiah, namun Schroder dan Smith menyarankan agar teknologi masa depan dapat mencari cara untuk menambah kecepatan Bumi agar bisa bergerak spiral keluar dari Matahari menuju titik selamat tersebut.
Yang menarik untuk dikaji adalah, umat manusia seringkali gemar berbicara tentang masa depan Bumi milyaran tahun ke depan, padahal di depan mata, kerusakan itu sudah mulai terjadi. Bumi saat ini sudah mengalami kerusakan awal akibat ulah manusia, dan hal ini akan terus terjadi. Bisa jadi akhir perjalanan Bumi bukan disebabkan oleh evolusi matahari, tapi oleh ulah manusia itu sendiri. Tapi bisa jadi juga manusia akan menemukan caranya sendiri untuk lolos dari situasi terburuk yang akan dihadapi.

Friday, March 9, 2012

AWAN OORT

Awan Oort (bahasa Inggeris: Oort Cloud) adalah awan komet berbentuk sfera yang dipercayai berada sekitar 50,000 hingga 100,000 unit astronomi AU dari matahari (sekitar 1,000 kali ganda jarak Matahari ke planet Pluto); dengan cakera dalamnya pada laluan ekliptik matahari dari kawasan Kuiper. Walaupun tiada pemerhatian langsung telah dibuat pada awan sebegitu, ia dipercayai sebagai sumber kebanyakan komet yang memasuki kedalam sistem suria (sebahagian komet jangka pendek mungkin berasal daripada Lingkaran Kuiper Kuiper), berdasarkan pencerapan orbit komet.
Pada tahun 1932 Ernst Öpik, astronomi Estonia, mengusulkan cadangan bahawa komet berasal dari awan yang mengorbit dipinggir sistem solar. Pada tahun 1950 idea tersebut dihidupkan kembali dan diusulkan oleh astronomi Belanda Jan Oort untuk menerangkan keadaan pertentangan yang timbul: komet termusnah selepas beberapa kali melalui sistem solar, oleh itu jika komet yang kita pantau telah wujud semenjak permulaan sistem solar, tidak ada komet yang sepatutnya masih tinggal sekarang. Menurut teori tersebut, awan Oort mengandungi berjuta-juta nukleus komet, yang stabil disebabkan sinaran matahari adalah lemah pada jarak tersebut. Awan Oort membekalkan komet baru secara berterusan, menggantikan yang telah dimusnahkan.
Awan Oort dijangka sebagai baki nebula asal yang mengucup untuk membentuk matahari dan planet lima juta tahun dahulu, dan awan Oort dikatakan tertambat lemah pada sistem solar. Teori pembentukan awan Oort yang diterima umum adalah; objek awan Oort mulanya terbentuk lebih hampir dengan Matahari sebagai sebahagian proses yang sama pembentukan planet dan asteroid, tetapi interaksi graviti dengan gergasi gas muda seperti Jupiter melontar mereka ke orbit parabolik atau elips amat panjang. Proses ini juga bertindak mencampak objek keluar dalam bentuk satah ekliptik, ini menjelaskan bentuk taburan sfera awan. Ketika berada di orbit kawasan yang jauh keluar, interaksi graviti dengan bintang yang terletak berhampiran, menukar orbit komet dengan lebih lanjut dan menjadikan orbit komet lebih bulat.
Ia dipercayai bahawa sistem bintang yang lain kemungkinannya turut mempunyai awan Oort mereka sendiri, dan bahagian luar awan Oort bintang-bintang yang berlainan boleh bertindan, menyebabkan kadang-kala berlakunya pencerobohan komet ke bahagian dalam sistem solar.
Sehingga kini, hanya satu kemungkinan awan Oort telah dijumpai; planetoid Sedna. Dengan orbit dianggarkan antara 76 sehingga 850 AU, ia adalah lebih hampir daripada jangkaan dan mungkin tergolong sebagai "dalam" awan Oort. Jika Sedna benar-benar tergolong dalam awan Oort, ini mungkin bererti bahawa awan Oort adalah lebih padat dan lebih hampir dengan Matahari berbanding yang dianggarkan sebelum ini. Pekara ini mencadangkan bahawa kemungkinan Matahari pada awalnya berfungi seolah sekumpulan bintang padat; mempunyai beberapa jiran rapat semasa pembentukan awan Oort; ini berdasarkan andaian bahawa objek yang dilontar oleh gergasi gas akan mempunyai orbit pusingan yang lebih hampir dengan matahari berbanding sekiranya ia berlaku dengan jiran yang lebih jauh.

Thursday, March 1, 2012

Misteri Masjid Agung Keraton Buton

Masjid Agung Keraton Buton yang terletak tepat di tengah kompleks Keraton Buton.

Sulawesi Tenggara - Masjid Agung Keraton Buton di Sulawesi Tenggara, merupakan peninggalan Kerajaan Islam Buton. Masjid ini punya kisah mengenai 'lubang yang menuju Mekkah'. Penasaran?

Masjid Agung Keraton Buton juga dikenal sebagai Masjid Agung Wolio. Masjid ini berada di Kota Bau-bau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.

Bila melihat sekilas, masjid ini tampak biasa saja. Dengan bentuk persegi panjang, masjid tertua di Sulawesi Tenggara ini memiliki arsitektur yang sederhana. Tidak seperti Masjid Istiqlal di Jakarta atau Masjid Dian Al Mahri (Kubah Emas) yang memiliki bentuk bangunan yang megah.

Masjid yang sudah mengalami pemugaran sejak pemerintahan Sultan Buton ke-37 pada tahun 1930 ini memiliki 12 pintu di keempat sisinya dan 12 jendela di bagian atas. Maksud dari jumlah pintu dan jendela tersebut adalah menyesuaikan dengan jumlah pintu pada Benteng Wolio yang juga berjumlah 12.

Ya, dari luar masjid ini memang terlihat biasa saja. Namun, bila Anda masuk ke dalamnya ada yang mencengankan dan membuat mulut Anda mengucap "Subhanallah". Seperti detikTravel lansir dari situs resmi Pariwista Indonesia, Senin (23/7/2012), di dalam masjid agung ini terdapat pusena (pusatnya bumi) yang konon kisahnya sering terdengar suara azan dari Mekkah, Arab Saudi. Pusena ini berbentuk lubang yang berada tepat di belakang Mihrab.

Masyarakat sekitar mempercayai kalau bekas kompleks Kesultanan Buton ini berada di atas pusat bumi. Lubang yang berada di dalam masjid ini pun dipercayai mereka sebagai gua bawah tanah yang bisa langsung 'menuju ke Mekkah'.

Selain, dianggap sebagai 'pintu Mekkah', lubang tersebut juga memiliki mitos lainnya. Konon, bila melongok ke dalam lubang pusena, Anda bisa melhat orang tua atau kerabat yang sudah lebih dahulu menghadap Sang Khalik.

Masjid Agung Keraton Buton cocok untuk destinasi wisata ziarah Anda dalam Ramadan kali ini. Mampirlah jika Anda melakukan traveling ke Kota Bau-bau, Pulau Buton, Sultra.