Wednesday, November 18, 2009

Perjalanan Alam Semesta

Alam semesta merupakan sebuah daerah yang sangat besar, terisi dengan berbagai komponen yang bisa mengejutkan kita, termasuk hal-hal yang jauh dari bayangan kita. Teori kosmologi modern dimulai oleh Friedman pada tahun 1920 dan dikenal juga sebagai model kosmologi standar. Model kosmologi standar dimulai dengan prinsip di dalam skala besar, alam semesta homogen dan isotropis serta pengamat tidak berada pada posisi yang istimewa di alam semesta. Model ini juga menyatakan bahwa alam semesta seharusnya mengembang dalam jangka waktu berhingga, dimulai dari keadaan yang sangat panas dan padat.
Bintang merupakan salah satu objek yang bisa langsung dikenali saat kita melihat langit, tentu saja disamping bulan dan planet. Bintang sendiri memiliki beberapa tipe dan kelas, namun seringnya saat melihat bintang, kita akan langsung membandingkannya dengan Matahari. Bintang-bintang yang ada di langit terikat satu sama lainnya dalam suatu ikatan gravitasi yang membentuk galaksi Bima Sakti.
Bima Sakti juga bukan satu-satunya galaksi yang ada di alam semesta. Bima Sakti hanya merupakan satu dari miliaran galaksi yang ada dalam alam semesta teramati. Alam semesta teramati ini terdiri dari galaksi dan materi-materi lainnya yang secara prinsip bisa teramati dari Bumi saat ini. Tentunya cahaya atau sinyal lainnya dari obyek-obyek ini membutuhkan waktu untuk mencapai kita.
Model Alam Semesta
Model evolusi alam semesta. Kredit : SDSS
Tahun 1929, Edwin Hubble yang bekerja di Carniege Observatories di Pasadena, California mengukur pergeseran merah dari sejumlah galaksi jauh. Ia juga mengukur jarak relatif dengan pengukuran kecerlangan semu bintang variabel Cepheid di setiap galaksi. saat melakukan plot pergeseran merah terhadap jarak relatif, Hubble menemukan kalau pergeseran merah galaksi jauh ini meningkat dalam fungsi linear terhadap jarak. Galaksi-galaksi jauh itu bergerak saling menjauh satu sama lainnya, dan memberikan adanya gambaran kalau alam semesta ternyata tidak tetap melainkan mengembang.
Jika demikian, bisa dikatakan alam semesta di masa lalu itu jauh lebih kecil dan lebih jauh lagi ke masa lalu, alam semesta ini hanya berupa sebuah titik. Titik yang kemudian dikenal sebagai dentuman besar, sekaligus awal dari alam semesta yang bisa kita pahami saat ini. Alam semesta yang mengembang ini terbatas dalam ruang dan waktu.
Newton mengetahui bahwa jika deskripsi gravitasinya benar, maka gaya gravitasi antar seluruh partikel bermassa dalam alam semesta akan secara akumulatif membuat alam semesta runtuh. Oleh karena itu ia mengusulkan alam semesta besarnya tak hingga. Persamaan medan Einstein mengusulkan alam semesta yang dinamik (walaupun awalnya Einstein sendiri, seperti kebanyakan orang hingga 1920an, berpikir bahwa alam semesta statik.
Mengapa alam semesta ini tidak runtuh seperti prediksi Newton dan Einstein? Jawabannya tak lain karena semenjak awal terjadinya, alam semesta ini sudah mengembang. Dalam alam semesta mengembang, ada 3 solusi yang diajukan untuk memprediksikan nasib alam semesta secara kesluruhan. Nah nasib yang mana yang akan dialami tentunya bergantung pada pengukuran kecepatan mengembang alam semesta relatif terhadap jumlah materi di dalam alam semesta.
Secara umum ketiga solusi itu adalah, alam semesta terbuka, alam semesta datar dan alam semesta tertutup. Untuk alam semesta terbuka, ia akan mengembang selamanya, jika ia merupakan alam semesta datar maka akan terjadi pengembangan selamanya dengan laju pengembangan mendekati nol setelah waktu tertentu. Jika alam semesta merupakan alam semesta tertutup, ia akan berhenti mengembang dan mulai mengalami keruntuhan terhadap dirinya sendiri dan kemungkinan akan memicu terjadinya dentuman besar lainnya. Untuk ketiga solusi ini, alam semesta akan mengalami perlambatan dalam mengembang sebagai akibat dari gravitasi.
Pengamatan yang dilakukan saat ini pada supernova jauh menunjukan terjadinya pengembangan alam semesta yang mengalami percepatan, yang diakibatkan oleh keberadaan energi kelam. Tak seperti gravitasi yang memperlambat terjadinya pengembangan, energi kelam justru mempercepat pengembangan. Nah jika memang energi kelam ini memainkan peranan yang penting dalam evolusi alam semesta, maka kemungkinan yang terjadi alam semesta akan terus mengembang secara eksponensial selamanya.
Alam Semesta Dini
Namun sesungguhnya, alam semesta yang kita lihat saat ini berbeda jauh dengan masa lalu. Jika manusia mengalami yang namanya pertumbuhan dari bayi sampai dewasa, alam semesta juga demikian. Di awal sejarahnya, alam semesta merupakan daerah yang sangat panas dan padat. Suatu keadaan yang berbeda jauh dari alam semesta yang ada saat ini yang sudah sangat layak menjadi tempat hunia. Jika kita menelaah ke masa lalu, maka akan ditemukan pada saat awal sejarah alam semesta, keadaanya yang panas tidak memungkinkan adanya atom, karena elektron bergerak bebas dan pada keadaan yang lebih awal lagi, nuklei terpisah menjadi proton dan netron, dan alam semesta merupakan plasma yang luar biasa panas yang terdiri dari partikel-partikel sub nuklir. Jika kita telusuri lebih jauh lagi ke awal alam semesta maka akan ditemukan kalau alam semesta memiliki titik awal yang dikenal sebagai dentuman besar atau ledakan besar.
Model perjalanan alam semesta. Kredit : NASA/WMAP team
Model perjalanan alam semesta. Kredit : NASA/WMAP team
Jika gambaran besar alam semesta kita majukan dari Big Bang, maka akan kita temukan kalau alam semesta mengembang dari plasma yang panas dan padat menjadi alam semesta yang cukup dingin yang terlihat saat ini. Namun dalam sejarah pengembangannya, ada beberapa periode singkat saat alam semesta masih berusia sekitar 1 menit dimana proton dan netron tersintesis menjadi nuklei ( helium, deutrium, dan lithium, bersamaan dengan proton-proton tunggal yang membentuk nukeli hidrogen). Kemudian elektron bergabung dengan nuklei membentuk atom saat alam semesta berusia sekitar 370 000 tahun. Pada titik inilah alam semesta menjadi transparan dan dari radiasi foton yang lepas kita bisa mendapatkan informasi tentang alam semesta.
Peta pengamatan yang dihasilkan COBE. Peta paling bawah merupakan variasi temperatur dari background radiasi. Kredit : COBE
Peta pengamatan yang dihasilkan COBE. Peta paling bawah merupakan variasi temperatur dari radiasi latar belakang. Kredit : COBE
Pada saat alam semesta mengembang panjang gelombang mengalami pergeseran menjadi lebih panjang, sehingga temperatur radiasi menurun sampai sekitar 3 derajat Kelvin, membentuk apa yang kita kenal sebagai cosmic microwave background (CMB). CMB sendiri bisa dinyatakan sebagai emisi yang datang dari alam semesta yang masih sangat muda dan partikel berada dalam keadaan setimbang termodinamik sempurna. CMB menjadi sangat penting, karena CMB merupakan petunjuk yang membawa informasi alam semesta dini. Hasil CMB menunjukkan adanya homogenitas atau keseragaman yang tinggi dalam distribusi temperatur alam semesta.
Isi alam semesta sendiri cukup beragam, bukan hanya apa yang bisa terlihat. Dari yang terdeteksi, ternyata alam semesta ini 5% terdiri dari materi (atom yang membentuk bintang, gas, debu, dan planet). Dan ada 25 % dari alam semesta yang terisi oleh materi gelap, partikel baru yang bahkan beum bisa dideteksi oleh laboratorium manapun di bumi ini. Sementara 70% alam semesta diisi oleh energi gelap, yang terdistribusi merata dan energi ini pun masih menjadi sbeuah misteri yang tak terpecahkan bagi dunia sains. Energi gelap diperkirakan merupakan energi vakum yang tak terpisahkan dari ruang waktu atau mungkin bisa juga sesuatu yang jauh lebih eksotik dari itu.
Tampaknya model Big Bang konvensional memberikan suatu keselarasan dengan hasil observasi, selama kita memberikan suatu kondisi awal yang spesifik pada awal alam semesta yakni : alam semesta yang mengembang dengan kerapatan yang sama di semua titik dalam ruang, namun ada gangguan kecil yang menyebabkan alam semesta berkembang ke keadaan sekarang. Mengapa demikian?
Dari model kosmologi standar terdapat dua permasalahan besar yakni masalah horison dan masalah kurvatur alam semesta. Semakin dini alam semesta, kerapatannya akan mendekati kerapatan kritis, maka berapapun kerapatan alam semesta sekarang, pada alam semesta dini perbedaan kerapatannya haruslah sangat kecil. Kalau tidak, maka kita tidak akan bisa menjumpai alam semesta pada keadaan sekarang. Jika perbedaannya besar, maka untuk model alam semesta tertutup, alam semesta sudah mengalami kehancuran besar atau big crunch dan untuk model alam semesta mengembang, temperatur 3 Kelvin telah dicapai sebelum saat ini.
Sedangkan masalah horison berkaitan dengan batas sesuatu yang bisa diamati dengan yang belum teramati. Intinya, dari CMB kita temukan adanya keseragaman temperatur. Nah temperatur ini bisa seragam tentu karena adanya komunikasi antara partikel-partikel dalam alam semesta. Namun setelah kita telusuri jejak ke masa lalu, ternyata horison itu kecil dan menunjukkan kalau setelah big bang dan alam semesta mengembang partikel-partikel yang awalnya bisa saling berkomunikasi akan tidak bisa saling berkomunikasi lagi karena berada di luar horison tersebut. Nah bagaimana supaya partikel-partikel tersebut bisa saling berkomunikasi? Jawabannya perbesar horison, nah jawaban yang memungkinkan untuk kedua masalah ini adalah adanya inflasi alam semesta.
Inflasi alam semesta. Kredit : guidetothecosmos.com
Inflasi alam semesta. Kredit : guidetothecosmos.com
Apa itu Inflasi? Inflasi alam semesta merupakan pengembangan alam semesta secara eksponensial dalam waktu yang sangat singkat saat alam semesta dini. Bahkan satu kedipan matapun lebih lambat dari inflasi alam semesta. Inflasi terjadi dalam waktu kurang dari 1 detik. Cepat sekali bukan? Mengapa perlu adanya inflasi?
Inflasi diperlukan untuk memecahkan masalah kurvatur alam semesta maupun masalah horizon. Dengan adanya inflasi maka horizon alam semesta bisa diperbesar sampai keadaan dimana partikel-partikel berada dalam lingkup horizon dan bisa slaing berkomunkiasi. Selain itu dengan pengembangan alam semesta secara tiba-tiba (eksponensial) maka setelah alam semesta mengalami inflasi, setelah itu ia akan mengembang mengikuti model standar dan pada akhirnya bisa mencapai keadaan saat ini. Tanpa inflasi evolusi alam semesta mungkin sudah mencapai masa akhirnya (kehancuran besar untuk alam semesta tertutup) atau kondisi dimana temperatur alam semesta mencapai suhu 3 K terjadi jauh sebelum sekarang.
Namun sampai saat ini belum ada model inflasi yang pasti. Berbagai model inflasi masih terus dikembangkan. Alam semesta memang menyimpan segudang misteri untuk dipecahkan, namun setiap satu misteri terungkap akan muncul misteri baru. Ruang waktu seperti sebuah jajaran teka teki yang menanti manusia untuk mengisi setiap jawaban.

Wednesday, November 11, 2009

DO YOU KNOW ABOUT NEUTRON STAR

A neutron star is a type of stellar remnant that can result from the gravitational collapse of a massive star during a Type II, Type Ib or Type Ic supernova event. Such stars are composed almost entirely of neutrons, which are subatomic particles without electrical charge and with slightly larger mass than protons. Neutron stars are very hot and are supported against further collapse by quantum degeneracy pressure due to the Pauli exclusion principle. This principle states that no two neutrons (or any other fermionic particles) can occupy the same place and quantum state simultaneously.
A typical neutron star has a mass between about 1.4 and 3.2 solar masses (see Chandrasekhar Limit), with a corresponding radius of about 12 km if the Akmal–Pandharipande–Ravenhall equation of state (APR EOS) is used. In contrast, the Sun's radius is about 60,000 times that. Neutron stars have overall densities predicted by the APR EOS of 3.7×1017 to 5.9×1017 kg/m3 (2.6×1014 to 4.1×1014 times the density of the Sun), which compares with the approximate density of an atomic nucleus of 3×1017 kg/m3. The neutron star's density varies from below 1×109 kg/m3 in the crust, increasing with depth to above 6×1017 or 8×1017 kg/m3 deeper inside (denser than an atomic nucleus).  This density is approximately equivalent to the mass of a Boeing 747 compressed to the size of a small grain of sand, or the human population condensed to the size of a sugar cube.
In general, compact stars of less than 1.38 solar masses – the Chandrasekhar limit – are white dwarfs, and above 2 to 3 solar masses (the Tolman–Oppenheimer–Volkoff limit), a quark star might be created; however, this is uncertain. Gravitational collapse will usually occur on any compact star between 10 and 25 solar masses and produce a black hole. Some neutron stars rotate very rapidly and emit beams of electromagnetic radiation as pulsars.

Wednesday, November 4, 2009

Mempercepat Koneksi Internet - LAN/WiFi

Buka notepad Ketikkan: ping (spasi)  (Server DNS) (spasi) -t. Contoh: ping 202.134.1.10 -t -l 1 lalu anda simpan dengan merubah ekstensi txt menjadi cmd. lalu save di desktop. setiap kali anda baru konek, tinggal klik saja file terebut lalu di minimizekan